PENDAHULUAN
Perkembangan bahasa pada masa sekarang ini
sangat pesat dan maju, arus globalisasi sangat besar mempengaruhi perkembangan
bahasa. Bidang ekonomi pertahanan pendidikan, kesehatan, teknologi dan yang
lainnya merupakan indikator utama yang mempengaruhi perkembangan kebahasaan
pada dewasa ini. Bahasa Arab sebagai bahasa resmi yang diakui oleh masyarakat
dunia khusunya PBB menjadikan bahasa
yang sangat penting bagi pemilik bahasa itu dan masyarakat arab untuk kebutuhan
komunikasi dan penelitian.
Arus
globalisasi yang sangat cepat ini merupakan tantangan tersendiri bagi bahasa
arab itu sendiri karena karena akan terjadi transformasi antara budaya yang
berbeda. Sudah kita ketahui semua bahasa bahasa dan budaya bagaikan dua sisi
mata uang yang tidak bisa dipisahkan, oleh karena itu untuk mengakomodasi
masuknya budaya yang masuk ke bangsa Arab diperlukan bahasa baru untuk memenuhi
kebutuhan makna dari bahasa baru tersebut. Tetapi dalam menentukan atau membuat
kata-kata baru dalam bahasa Arab yang sebelumnya tidak ditemukan pada bahasa
Arab yang sudah ada tidak bisa dilakukan begitu saja, tetapi mempunyai
aturan-aturan tersendiri. Para linguis dari jauh-jauh hari sejak dahulu sudah
mengantisipasi masalah ini, diantaranya membahas tentang Ta’rib (Arabisasi).
Pada proses arabisasi ini ternyata banyak sekali kaidah-kaidah yang harus
dipenuhi oleh kalangan linguis dalam menentukan kata baru dalam bahasa Arab.
Oleh
karea itu pemakalah pada kesempatan kali ini akan mencoba membahas
kaidah-kaidah dalam menentukan lafadz baru bahasa Arab yang berasal dari bahasa
Asing, diantaranya: ta’rib (Arabisasi), isytiqâq (derivasi), Naht (Penyingkatan), dan taulîd
(Pembentukan kata)
PEMBAHASAN
Menurut ‘Abdul Qadir Abu Syarifah untuk memenuhi
perkembangan makna bahasa arab yang tidak terakomodir oleh kata bahasa arab
stidaknya membutuhkan tiga cara yaitu: cara Ta’rib, isytiqâq dan Naht.[1]
Sejalan dengan itu juga Panitia pembentukan
istilah-istilah ilmiyah di Baghdad tahun 1926 telah menetapkan apa yang disebut
dengan Undang-Undang dan rumusan-rumusandalam pembentukan istilah-istilah,
diantaranya yaitu: isytiqâq (derivasi) dan ta’rib (Arabisasi). Dan pada
akhirnya majma’ ilmi Iraq menetapkan rumusan-rumusannya yaitu isytiqâq
(derivasi) dan ta’rib, dan Naht. Ada pendapat pula yang
menambahkan istilah taulîd dalam pembentukan kata bahasa Arab.
1. Tar’rîb (Arabisasi)
Pengertian ta’rib menurut para ulama terdahulu adalah “
sebuah nama yang diungkapkan dengan kata arab dengan metode pengucapan bahasa
Arab”. Dengan pengertian memindahkan kata asing kepada kata Arab. Berkaitan
dengan ta’rib ini ada istilah yang
berhubungan dengan hal ini yaitu Mu’arrab dan ad-dakhîl.
Mu’arrab
adalah perubahan yang terjadi pada sebuah
lafadz pada harakat atau hurufnya ketika lafadz itu telah masuk dalam bahasa
Arab. Adapun ad-dakhîl adalah sebuah lafadz yang masuk kedalam bahasa arab
tanpa ada perubahan.[2]
Diantara para ulama yang membahas tentang mua’arrab ini adalah: ibn Qutaibah
(fî adabi al-kâtib)............adapun pada abad keenam yang membahas khusus
tentang Mu’arrab adalah al-Jawâlîqî (465-540 H) dengan judul al-mu’arrab min
al-kalâm al-a’jamî, عبد الله بن محمد العذري البشبيشي (762-820 H) dengan kitabnya التذليل والتكميل لما استعمال من اللفظ الدخيل, شهاب الدين الخفاجي dengan judul bukunya شفاء الغليل
فيما في الكلام العرب من الدخيل.
Mushtofa Syihabi, dia adalah orang yang
paling terkenal dalam pengi’raban yang modern mengatakan bahwa: syarat-syarat
untuk pemindahan sesuatu yangumum dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan
ringkasannya yaitu:
a. Pengeksplorasian makna arab, ini mengharuskan kita untuk
menelitiseluas-luasnya terhadap kata-kata ilmiah yang terkandung dalam kamus-kamus Arab dan juga berbagai macam
buku-buku ilmiah klasik
b.
Apabila kata
asing itu baru atau tidak mempunyai padanan dalam bahasa Arab, kita
menerjemahkannya dengan maknanya apabila mungkin untuk diterjemahkan atau kita
derivasikan dengan kata arab yang sepadan kemudian kita menelaah kembali cara
peletakan atau pemakaian kata tersebut dengan metode-metode yang telah
kita sepakatiisytiqaq/derivasi, majaz/analogi, naht/abreviasi dan tarkib
majazi/frasamajmu’
c. Apabila ada kendala dalam peletakan kata tersebut dengan
metode-metode yang kita sebutkan tadi maka kita sengaja memasukkan kata tersebut
dalam bahasa Arab (Ta’rib/Arabisasi) dengan memperhatikan qaidah-qaidah yang
semestinya.[3]
2. Isytiqâq
Yang dimaksud dengan isytiqoq adalah pengambilan sighot (bentuk
kata) dari sighot yang lain, karena ada persamaan baik dari segi bentuk,
maknanya maupun strukturnya dengan beberapa tambahan tertentu yang telah
ditetapkan.
Ada
dua pendapat ulama mengenai isytiqok ini, antara lain :
1.
Ulama Bashrah bahwa sumber isytqoq adalah masdar
2.
Ulama Kufah bahwa sumber isytiqaq adala kata kerja (fi`il).
Isytiqoq
menurut ulama bahasa di bagi tiga macam, antara lain:a.
a. Isytiqoq shogir
yang aplikasinya melalui tasrif yang kita
kenal selama ini yaitu pengembangan lafadz dari lafadz
asli dengan syarat adanya kecocokan dari segi makna, huruf dan juga urutannya
Sebagai contoh : ضرب - ضارب -
مضروب
b. Istiqoq kabir disebut juga al-qalb al-luqhawi
yaitu adanya persamaan antara dua kata,
baik dari segi lafadz maupun
dari segi
makna, akan tetapi tidak sama dalam urutan huruf sebagai contoh :
حمد – مدح
جبد - جدب
c.
Isytiqoq Akbar disebut juga al-ibdal
al-liqhawi
yaitu menukar
suatu huruf yang lain. dalam proses ini huruf yang mengalami pertukaran tidak
disyaratkan memiliki makhroj yang sama. Boleh saja terjadi pada setiap hurufkarena yang penting
disini adanya kesesuaian makna antara dua lafadz,
sebagai
contoh kata : السراط
- الصراط
yang
memiliki makna suatu dengan dua lafadz yang berbeda.
d. Isytiqoq
al-Kibar atau naht
(penyingkatan)
Isytiqaq al-Kibar disebut juga dengan naht
dan pada makalah ini akan dijelaskan pada sub tersendiri di bawah ini [4]
3. Naht (Penyingkatan)
a. Macam-macam naht
Naht disebut juga isytiqâq al-kibâr memiliki
pengertian secara bahasa النشر ( ), البري ( ),
القطع
(memotong).[5]
n-Naht
adalah membuat kata baru yang mengambil dari dua unsur kata yang berbeda atau
lebih tetapi tetap menunjukan pada makna yang diambil baik berupa isim
dan fi`il.[6] Seperti kalimat بسم الله الرحمن الرحيم yang disingkat
menjadi kata بسمل yang
menunjukan kepada makna kalimat pertama.
Naht terbagi kedalam empat macam:
1. Naht Fi’li
Naht Fi’li yaitu menggabung jumlah (susunan
kalimat) yang menunjukkan bahwa seseorang mengucapkan jumlah (susunan
kalimat) itu, Contohnya:
قال بسم الله
|
بسمل
|
قال جعلت فداك
|
جعفل
|
قال الحمد لله
|
حمدل
|
قال السلام عليكم
|
سمعل
|
قال حي على الصلاة حي على الفلاح
|
حيعل
|
قال ادام الله عزك
|
دمعز
|
قال لا اله الالله
|
هيلل (هلل
|
قال اطال الله بقاءك
|
طلبق
|
قال بأبي فداك
|
بأبأ
|
قال جعلت فداك
|
جعفل
|
قال لاحول ولا قوة الا بالله
|
حوقل (حوقل)
|
قال ماشاء الله كان
|
مشكن
|
قال ماشاء الله
|
مشأل
|
قال كبت الله عدوك
|
كبتع
|
قال سبحان الله
|
حسبل
|
2. Naht nisbi
Naht nisbi Yaitu menisbahkan sesuatu atau sesorang atau suatu perbuatan kepada
dua isim contoh:
عبد الدار
|
عبدري
|
امرىء القيس
|
مرقسي
|
تيم اللات
|
تيملي
|
بني الحارت
|
بلحارت
|
بني العنبر
|
بلعنبر
|
بني الهجيم
|
بلهجيم
|
طبرستان وخوارزم
|
طبر خزيَّ
|
عبد الله
|
عبدلي
|
حضرموت
|
حضرمي
|
عبد القيس
|
عبقسي
|
اي يذهب مذهب ابي حنيفة والمعتزلة
|
حنفلى
|
3. Naht ismî
Naht ismî yaitu menggabung dua kata menjadi sebuah ungkapan dalam bentuk kata
benda (isim), contohnya:
جلمود : جلد + جمد
حبْقُر : حبّ قَرّ
عقابيل : عقبى الحمى وعقبى العلة. (بقايا العلة
في الجسد).
4. Naht washfî
Naht washfî yaitu dengan menyingkat dua kata menjadi satu
ungkapan yang menunjukan makna kata yang disingkat atau mempunyai makna lebih
tegas dari kata yang disingkat, contohnya:
ضبَطْر : من الضبط والضبر (الاكتناز)
صلدم : (شديد الحافر) : من الصلد والصدم
صهصلق : من الصهيل والصلق ( وهو الصوت المرتفع)
5.
Taulîd
Taulîd (Pembentukan
Kata) merupakan metode kedua dalam arabisasi atau
pengaraban sebuah kata/ istilah. Sedangkan dalam pengembangan
kosakata bahasa Arab, taulîd merupakan
metode utamanya. Dalam
bahasa Arab terdapat beberapa istilah terkait dengan pembentukan kata, yaitu tawallud dan taulîd. Secara leksikal, tawallud bermakna
mencapai sesuatu dari sesuatu, sedangkan taulîd bermakna menghasilkan
sesuatu dari sesuatu. Adapun
dalam bahasa, taulîd menjadi sebuah istilah yang bermakna sebuah proses untuk menghasilkan suatu
kata dari kata lainnya atau proses untuk menciptakan suatu kata yang belum
ada sebelumnya.
Taulîd sebagai proses pembentukan kata meliputi
proses morfologis dan proses analogis. Contoh bentuk proses morfologis tauliid seperti afiksasi pada kata sehingga menjadi atau atau afiksasi pada kata sehingga menjadi. Contoh proses
analogis taulîd seperti analogi pada kata yang bermakna
kereta api diambil atau dialogkan pada makna sebelumnya yaitu rombongan unta. Kata yang dihasilkan
dari tauliid disebut muwallad (kata bentukan)
Pendapat awal tentang istilah al muwallad Istilahal muwallad dipadankan dengan ad-dakhîl, al-mu’arrab, atau al ‘aammyy.
Istilah
al-muwallad dipadankan dengan al-dakhiil, merupakan pandangan Syihab
al Khafaji (1096 H) penulis buku : شفاء الغليل في ما في الكلام العرب من الدخيل Diantara kata-kata yang menurutnya disebutالدخيل adalah kata شبتوي dinisbatkan kepada kata شتاء , kataكيفية dinisbatkan kepada kataكيف , kata كمية dinisbatkan kepada kataكم .
Istilahal
muwallad dipadankan dengan al-ammyy, merupakan pandangan al Farabi dalam bukunya :في دوان الأدب , juga merupakan pandangan al Baghdady dalam bukunya ذيل الفصيح . Diantara kata-kata yang disebut al-‘aammyy adalah kata ستي
berasal dari kata سيدتي .
Istilah al muwallad dipadankan
dengan al mu'arrab, merupakan pandangan
Zufaji yang dinukil oleh
Suyuti. Diantara kata-kata yang menurutnyadisebut al mu’arrab adalah kataالفلوذج yang
diserab dari kata asing yang berbunyi الفلوذق
.
pendapat baru tentang istilah al muwallad al
muwallad merupakan istilah yang digunakan untuk kata yang bukan
asli berasal dari bahasa Arab yang dihasilkan dari dua proses, yaitu (1)
analogi dan derevasi dan (2) serapan. Menurut Abd al Qadir al Maghribi, taulîd meliputi
tiga cara: derivasi, serapan, dan sinonimi. Sedangkan menurut Fahri, taulîd meliputi
analogi, derivasi, kontraksi, dan
serapan seperti pernyataannya dalam sebuah seminar di Ribat 1981, yaitu: “Metode
yang digunakan dalam pembentukan istilah keilmuan baru melalui analogi,
derivasi, serapan, dan kontraksi”. Macam-macam pola derivasi, analogi, irtijaal, dan arabisasi adalah yang disebut
oleh ilmuan kini dengan nama taulîd. Namun
menurut penulis buku, serapan dan irtijâl tidak tergolong taulîd karena
keduanya menghasilkan kata yang tidak memiliki akar dari kata asli bahasa Arab
seperti kata أصعل
yang bermakna
خفيف الرأس. [7]
Taulîd menjadi perantara bahasa bahasa
yang pertama dalam perkembangan dan
kemajuannya sepanjang zaman. Pada masa jahiliyah dilahirkan istilah-istilah dalam bidang agama seperti : as-Sidanah, as-Siqayah, al-Rifadah al-Hanifu, al-qasisu, dan ad-Dayru .
Kemudian al-Usru, ia adalah kandung kemih dalam bidang kedokteran. Dalam bidang Qiyas ada istilah, al-Farsakh.
al-Mil, al-dzira’ dll.
Selanjutnya
pada masa Islam terjadi revolusi dalam munculnya taulid dan peristilahan,
misalnya istilah-istilah seperti : fiqh, Islam, Kufr, Syirk, sujud, dst.,
istilah-istilah dalam hadits misalnya seperti: al-khabar, al-shahih,al-mursal,
danal-maudlu, istilah-istilah kebahasaan seperti: al-I’rab, al-bina, ar-raf’u,
dan al-hal, istilah-istilah matematika
seperti: sepertiga, seperempat, istilah-istilahfilsafat: µarald , jawhar , mahiyah, hawiyah, qanun, istilah-istilah
administrasi: khalifah, dawlah, hukumah,
wilayah, dan diwan. Istilah-istilah
dan lafadz-lafadz yang kebanyakan lahir pada masa itu telah didokumentasikan
oleh Ahmad bin Hamdan al-Razi (322 H) dalam kitabnya yang bernama al-Zinah fi
al-kalimatal- Islamiyah”.
Pada masa ini tawlid menjadi cara utama bagi para pembaharu dalam
menetapkan lafadz-lafadz dan istilah-istilah. Dr. Muhamad Rasyad
al-Hamzawi menyebutkan bahwa penghitungan dan penelitian terhadap
istilah-istilah Arab yang sudah ditetapkan hingga hari ini dalam berbagai
bidang ilmu sungguh bermanfaat, karena perantara ini dapat memperkaya khazanah
kamus Arab hingga mendekati 95 % di antara istilah-istilah di dalamnya, karena
4,5 % dari istilah-istilah Arab yang dibuat yaitu sebagian berasal dari istilah
yang diarabkan (muarrabat ) dan
dimasukkan kedalam bahasa Arab (dakhilat ), sisanya, 0,5 %, berasal dari
akronimi yang berasaldari bahasa Prancis dan Inggris.
Ketika seorang peneliti yang berbicara
tentang tawlid memasukkan majaz pada isytiqâq pada akhir-akhir
pembahasannya, maka kami sesungguhnya juga memasukkan naht, yang oleh linguis-linguis kontemporer dinamakan
isytiqâq, kedalam taulid. Dengan
demikian taulid, sebagai isytiqâq dan majaz dengan berbagai bentuknya, sesungguhnya
memperkaya bahwa Arab 95,5 % sesuai dengan kebutuhannya dalam peristilahan dan
pelafadzan. Penghitungan yang kami lakukan menunjukkan jumlah yang berbeda secara khusus, yaitu bahwa istilah-istilah yang
muwallad (dihasilkan dari tawlid) yang ditetapkan oleh
lembaga-lembaga bahasa ilmiah naik. Diantara sejumlah istilah-istilah
elektronik yang ditetapkan oleh Majma’ al-Qahirah yang mencapai 270 istilah, ditemukan 167 istilah adalah muwallad. Dalam istilah-istilah dalam kereta
api yang ditetapkan oleh Majma’ Iraqi yang mencapai
235 istilah, ditemukan 66 istilah adalah muwallad,
misalnya: mikbahah (rem), mur’id,
mimthar ( jaz hujan), laqifah, qithar (kereta api).Dan di antara
istilah-istilah biologi yang ditetapkan Majma’ al-Qahirahyang jumlahnya 56 istilah, ditemukan 33
istilah adalah muwallad.
Tampak pada kekhawatiran yang pertama
ini bahwa muwallad yang
sudahkita bahas, lebih sedikit dari yang disebutkan oleh Dr. Hamzawi. Ia
menurut kami sekitar tujuh kata, mencapai 32 %. Sebab dari perbedaan ini adalah
bahwa Dr.Hamzawi menyusun, dalam penghitungannya, cara-cara membuat istilah
dengan tawlid, naht, ta’rib, tadkhil, dengan
kata lain yaitu antara istilah yang asli Arabdan yang muqtaridl atau
pinjaman. Sehingga istilah yang asli Arab mencapai 95,5% dan yang muqtaridl 4,5
%. Sedangkan kami menyusun cara-cara membuat istilah yaitu melalui tarjamah,
tawlid dan iqtiradl. Dan
cara yang kita maksudkanadalah cara muwallad, kami tidakmemasukkan yang mutarjam (hasil terjemahan)di dalamnya. Kalau
kami sengaja sebagaimana Dr. Hamzawi untuk membagiistilah-istilah yang sudah
ditetapkan kepada istilah Arab dan muqtaridl niscaya kedua
cara itu sesuai, misalnya dalam istilah-istilah (teknik pengairan) yang ditetapkan oleh Majma’
al-Iraqi
jumlahnya 180 istilah, kami temukan delapan istilah yang mu’arrab (diarabkan), dan sisanya asli Arab, yaitu 95,6 % dan yang mu’arrab 4,4 %. Jelas bahwa dalam penjelasan
cara membuat istilah ini memang terjadi
sedikit perbedaan yang disebabkan sejauh mana pembaharuan dan karakteristik sebuah ilmu terjadi
dan metode serta perspektif yang digunakan.
Tidak diragukan lagi bahwa pemahaman kami tentang tawlid yang terdiri dari isytiqaq dan majaz tetap sebagaimana yang digariskan oleh para linguis dan pakar balghah sesuai dengan aturan-aturan
bahasa yang ada di teks-teks Arabyang fashih.[8]
PENUTUP
Untuk memenuhi makna bahasa arab mempunyai cara atau
metode pembentukan kata bahasa arab apabila sebelumnya belum terakomodir oleh
bahasa arab itu sendiri. Para pakar sedikit berbeda pendapat bagaimana
cara-cara pembentukan itu tetapi padasarnya sama. Diantara cara yang masih
dipakai oleh para linguis Arab dalam pembentukan kata baru dalam rangka
pemenuhan makna itu adalah pertama dengan jalan Ta’rib, isytiqâq,
Naht, dan taulid. Cara lain yang pemakalah belum sebutkan dalam
pembahasan kali ini adalah Qiyas karena Qiyas ini bagi sebagian orang merupakan
sub metode tersendiri dalam pembuatan lafadz-lafadz baru dalam bahasa Arab.
DAFTAR PUSTAKA
عبد القادر ابو شريفة حسين لافي و داود غطاشة، علم الدلالة
والمعاجم العربي، (دار الفكر للنشر و التوزيع : 1989)
Singgih kuswardono http://id.scribd.com/doc/59852948/Ilm-Mustholah
http://marihanafiah.wordpress.com/2008/06/27/karakteristik-bahasa-arab/
http://id.scribd.com/doc/59852948/Ilm-Mustholah
[1] عبد
القادر ابو شريفة حسين لافي و داود غطاشة، علم الدلالة والمعاجم العربي،
(دار الفكر للنشر و التوزيع : 1989) ص، 86
[3]
http://id.scribd.com/doc/59852948/Ilm-Mustholah
[4] http://marihanafiah.wordpress.com/2008/06/27/karakteristik-bahasa-arab/
[6] http://marihanafiah.wordpress.com/2008/06/27/karakteristik-bahasa-arab/
No comments:
Post a Comment