Friday 17 February 2017

Psikologi Pembelajaran Bahasa

Psikologi Pembelajaran Bahasa Sebagai Bahasa Ibu Oleh: Jaenal Arifin Pendahuluan Minat terhadap bagaimana anak memperoleh bahasa sebenarnya sudah lama ada. Konon raja Mesir pada abad 7 sebelum masehi, Psammetichus I menyuruh bawahannya untuk mengisolasi dua dari anak nya untuk mengetahui bahasa apa yang akan dikuasai anak-anaknya. Sebagai raja Mesir dia mengharapkan bahasa yang keluar dari anak-anak nya adalah bahasa Arab. Umum nya bahasa yang pertama kali diajarkan orang tua kepada anak yaitu bahasa ibu. Hal ini karena faktor lingkungan yang membuat anak meniru bahasa yang digunakan oleh orang di sekitarnya, terutama dari orang tua nya. Tidak hanya lingkungan yang menentukkan, tapi proses kognitif pun juga menetukan, dimana bahasa yang diperoleh anak akan diproses dan disimpan dalam memorinya (proses kognitif). Dari uraian diatas, kita dapat mengetahui betapa pentingnya bahasa. Terutama bahasa ibu. karena akan mempengaruhi tahapan perkembangan bahasa selanjutnya pada anak. Selain itu bahasa ibu telah mendapat pengakuan internasional. Lahirnya Hari Bahasa Ibu Internasional awalnya merupakan pengakuan internasional terhadap adanya gerakan bahasa di Pakistan Timur, sekarang Bangladesh. Pada 21 Februari 1952 rakyat Bangladesh berunjuk rasa besar-besaran untuk mempertahankan bahasa Bangla agar tidak punah dari negaranya. Hal tersebut karena ditetapkannya bahasa Urdu sebagai satu-satunya bahasa resmi di Pakistan oleh Mohammad Ali Jinnah, Gubernur Jenderal Pakistan saat itu, padahal bahasa Pakistan Timur adalah bahasa Bengali. Berdasarkan gerakan bahasa di Bangladesh itulah Badan Internasional UNESCO menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional yang dimulai sejak 17 Nopember 1999. Sejak saat itu, setiap tanggal 21 Februari, setiap negara memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, termasuk di Indonesia. Bahasa ibu dalam literatur sosiolinguistik makro kajian pemertahanan bahasa lazimnya tertuju pada bahasa ibu dalam konteks bilingual, yang dalam hal ini terdapat bahasa ibu (minor language) atau bahasa etnis berhadapan dengan bahasa utama (major language), seperti bahasa nasional. Jadi, bahasa ibu adalah bahasa daerah yang digunakan dalam suatu wilayah tertentu, misalnya wilayah Jawa Barat bahasa ibunya adalah bahasa Sunda. Dalam bahasa ibuterkandung simpati yang memantulkan solidaritas yang kuat dan rasa keterlibatan diri. Bahasa Ibu juga lebih mendorong kepada tumbuhnya kesadaran dan kemampuan mengubah sesuatu dengan mewujudkan apa yang dicita-citakannya. Dari paparan diatas, penulis ingin membahas mengenai Psikologi pembelajaran bahasa sebagai bahasa ibu, dengan pembahasan diantaranya kaitan otak dengan bahasa, proses berbahasa, pemerolehan dan pembelajaran bahasa, perkembangan bahasa pada anak, waktu pemerolehan bahasa dimulai, bahasa ibu dan sikap terhadap bahasa ibu. Pembahasan Kaitan otak dengan bahasa Otak manusia dibagi menjadi tiga, yakni Otak besar (sereberum), otak kecil (serebelum) dan batang otak. Otak besar (sereberum), merupakan bagian penting dalam kegiatan berbahasa, khususnya dibagian korteks serebral (adalah bagian yang tampak seperti gumpalan berwarna putih dan bagian terbesar dalam sistem otak manusia yang mengatur proses kognitif, salah satunya bahasa). korteks serebral terdiri atas dua bagian, yaitu belahan otak kiri (hemisfer kiri) yang mengontrol kegiatan berbahasa dan proses kognitif yang lain dan belahan otak kanan (hemisfer kanan) yang mengontrol pemprosesan informasi spasial dan visual. Walaupun demikian belahan otak kanan mempunyai peran juga dalam pemprosesan bahasa yaitu intonasi kalimat. Jadi, proses berbahasa melibatkan belahan otak kanan dan kiri yang dikoordinasi oleh korpus kalosum (adalah struktur yang berbentuk mirip tulang rawan berperan dalam menyampaikan unformasi diantara balahan otak kanan dan kiri). Belahan otak kiri (hemisfer kiri) dianggap cukup dominan dalammproses berbahasa karena terdapat bagian penting yang disebut area broca merupakan pusat yang mengelola penyampaian lisan dan area wernicke merupakan pusat pemahaman lisan. Proses berbahasa Manusia mempunyai suatu sistem penggunaan bahasa dan psikologi bahasa mempelajari cara kerja dari sistem ini. Sistem ini dapat menerangkan misalnya bagaimana manusia dapat mengutarakan pikiran dengan kata-kata (produksi bahasa) dan bagaimana manusia dapat mengerti isi pikiran atau makna dari suatu kalimat yang diucapkan atau ditulis (persepsi bahasa). G. Kempen telah mengembangkan model yang dapat menjelaskan mengenai produksi dan persepsi bahasa tersebut. dalam model tersebut dijelaskan bahwa sistem penggunaan bahasa terdiri dari sistem bagian yang mempunyai hubungan satu dengan yang lain secara erat dan masing-masing memiliki tugas yang berbeda. Dibawah ini akan dijelaskan kedudukan dari pemakai bahasa dengan sistem penggunaan bahasa dalam kognitif manusia. (gambar pada lampiran) diantaranya: a. mengenal bunyi-bunyi (the speech recognizer) Berfungsi untuk mengenal bunyi yang diucapkan manusia sebagi bahasa tertentu. Langkah pertama dalam proses mengerti pembicaraan orang adalah mengenal apakah bunyi itu merupakan suatu bahasa yang kita kenal atau bukan. b. analisis kalimat atau parser berfungsi untuk menganalisis struktur kalimat. Dalam hal ini harus mendeteksi bagaimana hasil proses kerjasama antara tiga sistem dalam CPU, yaitu speech recognizer (pengenalan bunyi), sistem konsepsi, dan leksikan. c. sistem konseptual (the conceptual system) sistem ini merupakan inti dari penggunaan bahasa oleh manusia. Karena proses berpikir seperti pemecahan masalah, membuat keputusan dan lain-lain terdapat dalam sistem konseptual. d. generator kalimat (the sentence generator) sesudah struktur konseptual terbentuk pada seseorang, kini tinggal bagaimana mengekspresikannya ke dalam bahasa ucapan. e. artikulator sistem ini untuk mengucapkan kata-kata f. leksikon meliputi pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa, yang berhubungan dengan fonologi (bagaimana suatu kata harus diucapkan), sintaksis (jenis kata dan tempatnya dalam suatu kalimat), semantik (petunjuk untuk struktur konseptual) dan pengejaan kata. Pemerolehan dan pembelajaran bahasa Menurut Krashen (1977;1988) ada dua cara yang berbeda untuk mengembangkanan kemampuan berbahasa. Pertama, disebut “pemerolehan” (acquistion) yaitu proses seperti yang dialami anak sewaktu mengembangkan bahasa pertamanya. Pemerolehan bahasa terjadi secara bawah sadar. Selama proses pemerolehan, si pemeroleh tidak sadar kalau dia sedang memperoleh bahasa, yang dia ketahui hanya menggunakan bahasa untuk berkomunikasi. Proses memperoleh bahasa dapat dikatakan sebagai proses belajar secara implisit, secara informal, secara natural. Cara yang kedua adalah dengan “pembelajaran” (learning). Istilah ini mengacu pada pengetahuan secara sadar mengenai bahasa dan kaidah bahasa. Pengetahuan formal mengenai bahasa atau proses belajar secara eksplisit dapat dikaitkan dengan istilah pembelajaran. Sebagian pencanang teori pengajaran bahasa menyatakan bahwa pemerolehan bahasa terjadi pada anak-anak, sedangkan pembelajaran pada orang dewasa. Akan tetapi pernyataan tersebut dibantah oleh Krashen, yang berpendapat bahwa pada orang dewasa terdapat pemerolehan dan pembelajaran bahasa. Menurutnya orang yang lebih kuat dari segi pembelajarannya akan berbicara secara hati-hati untuk menghindari kesalahan, akibatnya bicaranya tidak lancar. Sedangkan orang yang lebih kuat dari segi pemerolehannya, cenderung berbicara lancar, meskipun terdapat kesalahan tata bahasa. Perkembangan bahasa pada anak perkembangan bahasa pada masa-masa baru kelahiran, individu hanya mampu mengeluarkan suara dalam bentuk tangisan bayi. Seiring dengan perkembangannya ada tiga bentuk pra-bahasa yang normal muncul dalam pola perkembangan bahasa pada bayi, yaitu menangis, mengoceh dan isyarat. Bayi yang berusia tiga hingga empat bulan mulai memproduksi bunyi-bunyi. Mula-mula ia memproduksi bunyi cooing (mendekur seperti bunyi burung merpati). pada usia 5 sampai 6 bulan ia mulai mengoceh (bablling). Menurut M.Schaerlkaekns, periode 0-1 tahun merupakan periode prelingual. Disebut periode ini adalah karena anak belum dapat mengucapkan bahasa ucapan seperti yang diucapkan orang dewasa, dalam arti belum mengikuti aturan-aturan bahasa yang berlaku. Pada periode ini anak mempunyai bahasa sendiri seperti mengoceh, misalnya “ma-ma-ma, pa-pa-pa, dan lain-lain. Pada periode ini perkembangan yang menyolok adalah perkembangan comprehension artinya penggunaan bahasa secara pasif. Misalnya anak mulai bereaksi terhadap pembicaraan orang dengan melihat kepada pembicara dan memberikan reaksi yang berbeda terhadap suara yang ramah atau tidak ramah, yang lembut dan yang kasar. Lerner & Hultsch, juga menjelaskan bahwa pada periode awal masa bayi terdapat tahapan vokalisasi (suara) awal bayi. Diantaranya; Pertama, undifferentiated crying (lahir 1 bulan), selama tahapan vokalisasi awal, bayi yang baru lahir menggunakan tangisan sebagai sinyal akan kebutuhannya. Tangisan yang dinamakan undifferentiated ini karena orang yang mendengarkan tangisan tersebut tidak dapat membedakan apakah si bayi menangis karena lapar, sakit atau marah. Undifferentiated crying ini merupakan tindakan reflexif pada bayi. Kedua, differentiated crying (2 bulan), selama tahap ini tangisan bayi sudah dapat dibedakan oleh orang dewasa. Ada pola dan tampilan yang berbeda pada bayi untuk menandakan bahwa mereka lapar, sakit, stress, takut. Ini suatu bentuk komunikasi yang lebih memiliki arti pada usia bayi. ketiga, babbling (3-6 bulan), tahapan selanjutnya dalam bentuk vokalisasi awal pada bayi adalah babbling, yaitu pengulangan gabungan konsonan dan vocal yang sederhana, seperti ma ma ma ma, da da da da. Pada masa ini bayi menghasilkan phonem, sebagai suatu dasar unit suara dalam berbahasa. Babbling terjadi pada saat bayi sedang sendiri dan bersama yang lain dan ini biasanya terjadi pada seluruh bayi. Keempat, lallation (6-8 bulan), pada periode ini bayi lebih banyak meniru secara sederhana suaranya sendiri maupun orang lain, dengan cara mereka sendiri. Kelima, echolalia (9-10 bulan). Pada tahap ini mereka selalu meniru suara orang dewasa secara sadar berdasarkan keinginannya. Keenam, pattern speech (1 tahun). Periode ini merupakan tahapan final bagi masa awal vokalisasi (bersuara). Bayi sudah mampu berkomunikasi dengan orang dewasa walaupun masih dengan bahasa yang belum sempurna. Periode selanjutnya adalah lingual dini (1-2,5 tahun). Pada periode ini anak mulai mengucapkan perkataannya yang pertama, meskipun belum lengkap. Misalnya “atit (sakit), atut (takut), dan lain-lain. Pada masa ini beberapa kombinasi huruf masih terlalu sukar diucapkan. Beberapa huruf yang masih sukar diucapkan seperti “r, s, k, j, dan t”. Waktu pemerolehan bahasa dimulai Kapan sebenarnya anak mulai berbahasa? Anak sudah mulai berbahasa sebelum dia dilahirkan. Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih di janin. Kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu masuk ke janin. Kata-kata ibunya tertanam pada janin anak, sebab itu anak selalu lebih dekat dengan ibu dari pada ayah. Dengan memakai alat yang dinamakan High Amplitude Sucking Paradigm (HASP) anak umur dibawah tiga bulan ternyata sudah dapat membedakan bunyi. Bahasa ibu Sebelum kita mengkaji bahasa ibu, terlebih dahulu harus diketahui bahasa ibu VS bahasa sang ibu. Bahasa ibu adalah padanan untuk istilah inggris native language. Bahasa Inggris untuk anak dan orang Inggris adalah bahasa ibu. Misalnya seorang anak lahir dan dibesarkan di Bogor dan dari kecil dia memakai bahasa sunda, maka bahasa sunda adalah bahasa ibu dia. Pada umur lima tahun seorang anak pada umum nya telah menguasai sebagian besar dari bahasa ibu nya (native language). Dia telah dapat berkomunikasi dengan anak lain maupun orang dewasa untuk topik sehari-hari. Bahasa sang ibu adalah bahasa yang dipakai oleh orang dewasa pada waktu berbicara dengan anak yang sedang dalam proses memperoleh bahasa ibu nya. Bahasa seorang anak misalnya umur 17 tahun waktu berbicara dengan adiknya yang berumur 2 tahun adalah bahasa sang ibu. Bahasa Ibu tidak sekedar dilihat dari sisi linguistik semata, tetapi mengandung bobot emosional yang merefleksikan ikatan batin yang menumbuhkan kesadaran untuk melakukan proses perubahan. Pengenalan keaksaraan jika ditekankan hanya dari sudut kepentingan lingustik semata, pembelajaran menjadi mekanistis, dan cara ini tidak memungkinkan tumbuhnya kesadaran kritis. kemampuan membaca dimaksudkan tidak verbalistis, tetapi memahami apa yang dimaksud dengan tulisan dalam bacaan itu, sehingga mampu membaca berarti mampu berkomunikasi dan memahami pesan-pesan bacaan. Bahasa pertama yang dipelajari tidak selalu bahasa yang digunakan oleh ibu, tetapi mungkin bahasa dari pengasuh atau siapapun yang terus menerus berhubungan dengan anak itu. Bahasa pertama itu tidak perlu menjadi bahasa yang digunakan individu pada masa dewasa secara lebih lancer, contohnya saja seorang anak berusia lima tahun dalam waktu empat bulan mampu menguasai bahasa keduanya dan tidak mampu menggunakan dan memahami bahasa pertamanya lagi. Semakin tetap berguna dan bertahan bahasa pertama bagi penutur, semakin kecil resiko bahasa itu akan hilang sama sekali. Penguasaaan bahasa kedua akan terjadi lebih lambat dan tidak sempurna, jika bahasa pertama lebih kuat posisinya. Sikap terhadap bahasa ibu Dalam buku “sikap bahasa” karangan Basuki Suhardi , dijelaskan dari hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia, bahwa bahasa ibu itu penting dan bahasa ibu tidak penting. Bahasa ibu penting karena ada hubungannya dengan ikatan emosional terhadap budaya. Bahasa ibu merupakan alat komunikasi untuk berbaur dengan orang lain dari kelompok penutur bahasa yang sama. Pemakaian bahasa ibu memberikan rasa akrab, rasa aman dan rasa hormat terhadap sesamanya. Ada tiga asumsi yang menjadi landasan bahwa bahasa ibu tidak penting, yaitu: pertama, karena perbedaan etnis antara pasangan hidup, dan keturunannya tidak diharuskan menguasai bahasa ibu orangtua mereka. Kedua, pandangan bahwa bahasa ibu tidak penting timbul diantara mereka yang hidup di ibu kota tanpa ada saudara atau teman yang berasal dari daerah yang sama sehingga mereka tidak merasakan akan adanya kebutuhan untuk berkomunikasi di dalam bahasa ibu mereka, dan mereka tidak berusaha untuk mencari teman sedaerah, ketiga, diantara mereka ada yang cenderung memakai bahasa Indonesia dengan teman atau orang yang berasal dari daerah yang sama karena menghindari pemakaian tingkat-tingkat bahasa yang ada di dalam bahasa mereka. Kelompok inilah yang cenderung lebih mudah melakukan peralihan bahasa dari bahasa ibu ke bahasa lain dari pada mewujudkan pemertahanan bahasanya. Kesimpulan Dari pembahasan yang telah dibahas, penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran bahasa dimulai sejak dalam kandungan, dilanjutkan dengan bahasa ibu dimana kemampuan awal berbahasa pada anak. Daftar Pustaka Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2010 Kushartanti, Untung Yuwono dan Multamia RMT Lauder. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007 Mar’at, Samsunuwiyati.Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama,2005 Martinet, Andre., Librairie Armand, Elements de Linguistique Generale, terj. Rahayu Hidayat (Yogyakarta:Kanisius,1987) Nihayah, zahratun., fadhilah suralaga dan natris indriyani. Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat danPsikologi Islam. Jakarta : UIN jakarta Press, 2006 PELBBA 18 (Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya Kedelapan Belas). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia bekerjasama dengan Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2007 Purwo, Bambang Kaswanti. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Yogyakarta : Kanisius, 1990 Suhardi, Basuki. Sikap Bahasa, (Depok:Fakultas Sastra Universitas Indonesia,1996) Internet : Hadiwaratama, Bahasa Ibu dan Aksaranya,www.ganeshana.org/id/index.php, diakses 30 Januari 2012 Supriadi, Asep. Bahasa Ibu,www.wordpress.com, akses 30 Januari 2012

No comments:

Post a Comment

Pragmatisme Manusia Moderen

Pragmatisme Manusia Moderen Sejak bergulirnya Era reformasi Indonesia sudah Berganti 5 kali kepemimpinan Presiden Namun ekonomi bukan semak...