Tuesday 14 February 2017

Lahjah (dialek)

PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Melalui bahasa agar dapat dimengerti oleh penerima pesan. Oleh karena itu, bahasa menjadi hal yang sangat penting karena menjadi media untuk berinteraksi dan menyampaikan pesan kepada orang lain. Bahasa bersinggungan dengan aktifitas sosial manusia menjadikan sosiolinguistik sebagai alat untuk memecahkan persoalan yang sering hadir di masyarakat. Dengan kata lain, sosilinguistik menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat. Kajian sosiolinguistik berfokus pada variasi bahasa yang muncul di masyarakat yang biasanya dapat di telusuri karena berbagai statifikasi sosial dalam masyarakat. Bahasa yang digunakan orang Jawa dengan orang Sumatra sudah pasti berbeda, maka ketika mereka melakukan percakapan atau berbicara dalam bahasa Indonesia, sudah tentu cara berbicara mereka berbeda pula. Bahasa ibu mereka akan sangatmempengaruhinya. Orang Jawa dengan dialect dan aksen mereka yang lembut tentu berbeda dengan dialek dan aksen orang Sumatra yang cenderung keras. Perbedaan bahasa dalam masyarakat tersebut memunculkan berbagai macam istilah kebahasaan, seperti dialect, accent, idiolect, styles, registers, dan beliefs. Dari berbagai macam istilah tersebut sedikit dalam makalah ini akan dibahas tentang dialek atau dalam istilah arab disebut dengan lahjah. PEMBAHASAN A. Pengertian Lahjah (dialek) Menurut Ibrahim Anis Dialek adalah sekumpulan sifat-sifat bahasa yang terhimpun menjadi dialek khusus. dan seluruh anggota lingkungan tersebut ikut serta dalam menggunakan dialek ini. Lingkungan dialek adalah satu bagian dari lingkungan yang lebih luas dan yang tercakup dari beberapa dialek. Setiap dari dialek tersebut mempunyai kekhususannya. Tetapi semuanya bersama-sama menggunakan bahasa itu untuk berkomunikasi dengan satu sama lainnya, dan faham akan apa yang dibicarakan diantara mereka. Adapun menurut Kridalaksana dialek adalah Variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai; variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan di tempat tertentu (=dialek regional), atau oleh golongan tertentu dari suatu kelompok bahasawan (=dialek sosial), atau oleh kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu (=dialek temporal). Contoh dialek regional ialah bahasa melayu Riau, contoh dialek social ialah bahasa melayu yang dipakai oleh para bahasawan, contoh dialek temporal ialah bahasa melayu klasik. Sebelum membahas variasi-variasi bahasa yang ada dimasyarakat, Haidar al-wasilah menggiring kita untuk lebih dahulu mengetahui dua istilah yang dipakai Saussure, yaitu langue dan parole. Setiap anggota masyarakat bahasa mempunyai langue yang sama. Itulah sebabnya ada tercipta mutual intelligibility dalam proses bertutur kata. Dari sini maka terjelmalah satu masyarakat bahasa. Melihat bahasa pada sudut langue akan terlihat sebagai satu keseragaman sosial, kekayaan bersama. Semua anggota masyarakat memiliki sikap yang sama terhadap bahasanya. Sebaliknya bila melihat bahasa pada unsur parole, yaitu pemakaian bahasa pada suasana yang sebenarnya, bahasa sungguh bersifat pribadi. Dalam sosiolinguistik ada istilah idiosyncrasy (kata sifatnya idiosyncratic), yaitu ciri pemerlain kebiasaan seseorang sewaktu bertutur kata. Kalau anda ada di luar ruangan dan seseorang bertanya, “Siapa yang sedang memberi kuliah?”, dan sekalipun tanpa melihatnya atau diberitahu orang lain anda menjawab, “Dia Ibu Rosy”, Anda mengetahui bahwa itu Ibu Rosy lewat idiosyncrasynya yang barangkali teramati dalam: a. Paralinguistiknya = tinggi rendah suara, cepat lambat, nada dan bidang fonologis keseluruhan. b. Pilihan keseluruhan (=choice of diction) : kecenderungan atau kesenangan menggunakan kosakata atau istilah-istilah tertentu, dan c. Susunan tertib kata dalam kalimat. Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap bahasa itu mempunyai varian-varian (misalnya dialek, sosiolek). Melihat definisi (1) di atas, maka setiap individu adalah anggota masyarakat ujaran dalam batasan satu dialek. Kalau dia mempunyai verbal repertoire yang luas – dia mampu berkomunikasi dalam beberapa dialek, atau ragam-ragam bahasa lainnya, maka dia itu adalah anggota dari beberapa masyarakat ujaran. Untuk macam ini saya mengusulkan sebutan micro speech community yang keanggotaannya ditentukan oleh verbal repertoirenya. Sebaliknya dengan mengacu pada batasan (2), (4), (5) dan (7), maka kita tidak memperhatikan varian-varian bahasa, pokoknya satu bahasa yang umum dimengerti para anggotanya. Yang kedua ini saya sebut macro speech community yang keanggotaannya lebih ditentukan oleh mutual intelligibility, bukannya verbal repertoire. Ujaran individu yang unik yaitu yang ditandai idionsyncrasy ini merupakan variable dari bahasa dan dinamai idiolect (idiolek) .dapatlah kilta simpulkan bahwa orang tuna netralah yang paling banyak ditantang untuk idionsyncrasy ini. Dengan cara inilah mereka mengenal orang lain. Para linguis pada umumnya tidak banyak mempelajari idiolek ini, kecuali untuk tujuan-tujuan tertentu, umpamanya speech therapy dan psychiatric diagnosis. Pemerian-pemerian kebahasaan yang disusun para linguis adalah tentang bahasa secara umum bukan idiolek. Dengan perkataan lain studi linguistik cenderung mengabaikan variabel-variabel (yang kurang penting), karena ada kebutuhan yang lebih penting, yaitu menyusun model-model untuk mewadahi apa-apa yang lebih umum dan universal dari bahasa. Akal sehat kita membenarkan fakta banyaknya variabel dalam bahasa. Ada ujaran yang mudah dan sukar dipahami. Sebutan baik, buruk, mudah dipahami, sukar dipahami dan sebangsanya sungguh relatif dan bervariasi. Kita yakin bahwa tak ada dua penutur yang persis sama dalam berbicara. Mereka dibedakan karena usia, jenis kelamin, kesehatan, ukuran kepribadian dan keadaan emosional. Kalau sekarang secara kasarnya jumlah penduduk Indonesia sekitar 180 juta, maka idiolek Indonesia adalah sejumlah itu juga. Di luar gaya berbahasa individual ini, bahasa kelompok penutur tertentu memperlihatkan keteraturan yang sistematik dan terbentuklah apa yang disebut dialek dari bahasa yang sama. Suatu ciri dari dialek adalah bahwa para penutur dari dialek-dialek bahasa yang sama masih saling mengerti. Dan kalau dialek-dialek itu menjadi tidak saling mengerti oleh para penuturnya, maka dialek-dialek ini menjadi bahasa yang mandiri. B. Variasi Bahasa Sebagaimana dijelaskan sebelumnya tentang dialek dan ideolek, chaer membedakan variasi bahasa, antara lain: a. Segi penutur b. Segi pemakaian c. Segi keformalan d. Segi sarana Hubungannya dengan dialek individu dan dialek kelompok, temasuk kedalam variasi bahasa segi penutur adapun untuk dialek profesi termasuk pada variasi bahasa dari segi pemakaian. Adapun jenis variasi bahasa dari segi penutur terdiri dari empat, antara lain: Variasi pertama adalah Idiolek (lahjah al-fardiyyah), yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, Setiap orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Variasi kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek (lahjah al-ijtimâi’), yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional atau dialek geografi. Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok social pada masa tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi yang digunakan tahun lima puluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini. Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas social para penuturnya. Dalam sosiolinguistik biasanya variasi inilah yang paling banyak dibicarakan dan paling banyak menyita waktu untuk membicarakannya, karena variasi ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi dan sebagainya. Perbedaan pekerjaan, profesi jabatan, atau tugas para penutur dapat juga menyebabkan adanya variasi sosial. Variasi ini disebut dengan fungsiolek (Nababan 1984), ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tungkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan dan kegiatan keilmuan. Contoh ragam bahasa jurnalistik yang mempunyai sifat sederhan, komunikatif, dan ringkas. Dalam bahasa Indonesia ragam jurnalistik ini dikenal dengan sering ditanggalkannya awalan me-atau awalan ber- yang didalam ragam bahasa baku harus digunakan. Umpamanya kalimat, “gubernur tinjau daerah banjir” (dalam bahasa baku berbunyi), “ Gubernur meninjau daerah banjir”. Selanjutnya ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan dan kemilitiran yang penuh dengan disiplin dan intruksi. Adapun ragam bahasa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas jelas, dan bebas dari keambiguan, serta segala macam metafora dan idiom. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA ml.scribd.com/doc/44390189/SOCIOLINGUISTICS انيس، في للهجات العربية، ( القاهرة: مكتبة الأجلو المصرية، 2003) Harimurti Kridalaksana, Kamus linguistik (Jakarta: Gramedia, 1993) Abdul chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) A. Chaedar Alwasilah, Pengantar Sosiologi Bahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa, 1993)

No comments:

Post a Comment

Pragmatisme Manusia Moderen

Pragmatisme Manusia Moderen Sejak bergulirnya Era reformasi Indonesia sudah Berganti 5 kali kepemimpinan Presiden Namun ekonomi bukan semak...